pada zaman rasul. Nah sobat2 nih kisah nabi kita nuh,,moga bermanfaat ya….
Setelah
beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di
sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak
bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum
umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang
dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali
ini terulang secara berbeda.
Sebelum
lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek
kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati.
Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah
kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, dalam
rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka.
Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu
mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan
datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan
khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa
patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.
Di
sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada
manusia bahwa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat
mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia
menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang
terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika penyembahan
terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui hukum umum yang
tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung kepada syirik.
Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia
akan kalah, serta akan meningkatnya kezaliman dan banyaknya orang-orang
yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Alhasil, kehidupan manusia semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim.
Situasi demikian ini pasti terjadi ketika manusia menyembah selain Allah
SWT, baik yang disembah itu berhala dari batu, anak sapi dari emas,
penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem, mazhab dari berbagai
mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin
persamaan di antara manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah
SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat
undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada
seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang
ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka
sepenuhnya.
Penyembahan
kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat
menghilangkan kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal
manusia dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia
agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan akalnya sebagai permata yang
bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang paling penting adalah
kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai Pencipta, dan selain-Nya adalah
makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar pertama yang harus ada
sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika
akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT
maka manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami
kemajuan secara materi karena ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan,
meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun kemajuan materi ini
yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah SWT akan menjadi
siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, karena ia pada akhirnya
akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia menyembah selain
Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran
manusia. Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran
mereka, serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:
"Seandainya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS. al-A'raf:
96)
Demikianlah,
bahwa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan menyebabkan
hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta meningkatnya kefakiran,
serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam situasi seperti
ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya.
Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi
kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya
Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Nuh
membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan
kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan seorang
raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga
orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahwa kebesaran
tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tiga
hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun
kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan
akal untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua
itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat
dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya,
ketika Dia menciptakan mereka di alam atom. Berdasarkan fitrah, ia
beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia. Dan semua
nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di antara mereka
ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada juga di antara
mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam,
seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah
kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.
Terdapat
sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun,
tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia
selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat
nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT
berkata tentang Nuh:
"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah
SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada
kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:
"Wahai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan
ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan
hakikat ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana
hanya ada satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian,
kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di
dalamnya terdapat siksaan yang besar.
Nabi
Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah
Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka,
bahwa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk
menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahwa Allah SWT
telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka
rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia mendengarkan
dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan
jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada
seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun.
Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk
menyelamatkannya.
Akar-akar
kejahatan yang ada di bumi mendengar dan merasakan ketakutan.
Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi
Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua
kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang
yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah Nabi
Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya,
orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah
Nabi Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai
kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh.
Mula-mula mereka menuduh bahwa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti
mereka:
"Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak
melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti
kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam
tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya
adalah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena
mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh:
"Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa." Padahal Nabi Nuh juga
mengatakan bahwa ia memang manusia biasa. Allah SWT mengutus seorang
rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh manusia. Seandainya
bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus seorang rasul
dari malaikat.
Berlanjutlah
peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-mula, rezim
penguasa menganggap bahwa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya,
namun ketika mereka melihat bahwa dakwahnya menarik perhatian
orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja-pekerja sederhana,
mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka menyerangnya
melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada yang
mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah serta
orang-orang hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata):
'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar
kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan
ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak
melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina
dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu
memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa
kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah
telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari
kaumnya. Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan
mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin
kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu.
Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang
fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan dan orang-orang kaya di
antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan kami bersama mereka
dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan apa yang dikatakan
oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui bahwa mereka
menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik. Ia
memberitahukan kepada kaumnya bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang
mukmin, karena mereka bukanlah tamu-tamunya namun mereka adalah
tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam rumahnya di mana masuk
di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir darinya
orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah
Allah SWT di mana Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di
dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Berkata
Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi
rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu
menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan (dia berkata): 'Hai
kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi
seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan
mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan
bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang
tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat
menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan
kamu mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa):
'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku
tidak mengetahui hal yang gaib, dan tidak pula aku mengatakan:
'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada
orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah
tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui
apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar
termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Nuh
mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logika para nabi
yang mulia. Yaitu, logika pemikiran yang sunyi dari kesombongan pribadi
dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi Nuh berkata kepada mereka bahwa
Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan rahmat. Sedangkan
mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT kepadanya.
Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang
disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain
Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada
mereka bahwa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia
tidak meminta harta dari mereka sehingga memberatkan mereka.
Sesungguhnya ia hanya mengharapkan pahala (imbalan) dari Allah SWT.
Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh menerangkan kepada
mereka bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang beriman kepada
Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan
keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir
orang-orang yang beriman karena dua alasan. Bahwa mereka akan bertemu
dengan Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia
akan mengusir orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya
ia mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT.
Ini berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka
dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang
dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia mengusir
mereka?
Demikianlah
Nabi Nuh menunjukkan bahwa permintaan kaumnya agar ia mengusir
orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali
menyatakan bahwa ia tidak dapat melakukan sesuatu yang di luar
wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya dan
kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang
merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu
gaib, karena ilmu gaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga
memberitahukan kepada mereka bahwa ia bukan seorang raja, yakni
kedudukannya bukan seperti kedudukan para malaikat. Sebagian ulama
berargumentasi dari ayat ini bahwa para malaikat lebih utama dari pada
para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).
Nabi
Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian
pandang sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang
kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan
tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh
Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri mereka. Dialah
yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya diriku sendiri
seandainya aku mengatakan bahwa Allah tidak memberikan kebaikan kepada
mereka."
Kemudian
rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi
Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam
flrman-Nya:
"Mereka
berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan
kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah
kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk
orang-orang yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan
mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu
sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat
kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu,
sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi
Nuh menambahkan bahwa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah
yang menjadi sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka memperoleh
kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka serta
keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:
"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara
zahir tampak bahwa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang
menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah bahwa Allah SWT telah
memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta
pertanggungjawabannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan
al-Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa
keinginan manusia cukup sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya,
baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan. Karena bagi mereka, manusia
adalah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia tidak membutuhkan
Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara mutlak. Kami
berpendapat bahwa manusia memang menciptakan perbuatannya namun ia
membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya[1].
Alhasil,
Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya,
baik pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini termasuk
kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan kebebasannya kemudian Allah
SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis memilih jalan
kesesatan maka Allah SWT mengerahkan jalan kesesatan itu padanya,
sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan yang sama
maka Allah pun mengerahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan
pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh
semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka
terpatahkan dan mereka tidak dapat mengatakan sesuatu yang pantas,
mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan berani mengejek Nabi
Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh
menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku
adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu
amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku
mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-A'raf:
61-62)
Nabi
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi
waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang
panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah
kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan,
bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia menjelaskan
kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di
dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT,
mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT
mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga
mereka dan mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT
menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh
berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan
siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).
Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni
mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan
menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya aku telah
menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku menyeru
mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku
katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'"
(QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawaban kaumnya?
"Nuh
berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan
telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah
kepadanya melainkan kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya
yang amat besar. Dan mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali
meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. Dan
sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah
Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS.
Nuh: 21-24)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di
antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS. aPAnkabut:
14)
Sayangnya,
jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru
bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak sampai kehilangan
harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan mereka.
Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan kesombongan, kekufuran, dan
penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap kaumnya namun ia tidak
sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950 tahun. Tampak
bahwa usia manusia sebelum datangnya topan cukup panjang. Dan barangkali
usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.
Datanglah
hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang
yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT
mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka
pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. la
berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya
jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan
hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang
berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam surah Hud:
"Dan
diwahyukan kepada Nuh, bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman di
antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, karena itu
janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan
janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu.
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)
Kemudian
Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya
angin topan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat perahu ini
dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT
dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para
malaikat.
Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada Nuh:
"Dan
janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu.
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah
SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan
apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk
berdialog dengan mereka atau menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai
menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun,
kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai merakitnya. Akhirnya,
jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.
Para
mufasir berbeda pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya, masa
pembuatannya, tempat pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan dengan hal
tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahwa pembahasan ini tidak
menarik bagiku karena ia merupakan hal-hal yang tidak perlu
diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya mendatangkan
manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati Fakhrur Razi
yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui
hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada
kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat,
berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui
selain tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.
Allah
SWT tidak memberikan keterangan secara detail berkenaan dengan hal
tersebut yang tidak memberikan kepentingan pada kandungan cerita dan
tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun perahu, lalu
orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius membuat
perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak
terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar
wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang
memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila!
Orang-orang kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek
Nabi Nuh.
Puncak
pertentangan dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan
mengejek kebenaran dan cukup lama menertawakan kebenaran. Mereka
menganggap bahwa dunia adalah milik mereka dan bahwa mereka akan selalu
mendapatkan keamanan dan bahwa siksa tidak akan terjadi. Namun anggapan
mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin topan menjungkirbalikkan
semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin mengejek balik
orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT
berfirman:
"Dan
mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya
berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu
mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana
kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan
ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang
kekal." (QS. Hud: 38-39)
Selesailah
pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT
mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini
sebagai tanda dimulainya angin topan. Di sebutkan bahwa tafsiran dari
at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang roti) yang ada di dalam
rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu merupakan
perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari tannur itu
mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi
Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk
menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang
buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan
lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang
buas.
Jibril
menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies
binatang tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahwa angin topan telah
menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia
harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang mulai
menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah
orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:
"Hingga
apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami
berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang
sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang
terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula) orang-orang yang
beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud:
40)
Istri Nabi Nuh
tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan
salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan
keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas
manusia saat itu tidak beriman sehingga mereka tidak turut berlayar.
Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas
berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman
kepadanya."
Air
mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun
di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan
yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah seperti
itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu sesudahnya. Lautan
semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu bumi. Perut
bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi untuk
pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah
SWT berfirman:
"Maka
Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah.
Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah
air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami
angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (QS.
al-Qamar: 11-13)
Air
meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon,
bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air.
Ketika mula-mula datang topan, Nabi Nuh memanggil-manggil putranya.
Putranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh memanggilnya dan
berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)
Nabi Nuh kembali menyerunya:
"Tidak add yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. " (QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.
"Dan
gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah
ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara
keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari,
namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung
ombak yang semakin meninggi dan meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh
ddak dapat melihat segala sesuatu selain air. Allah SWT
berkehendak—sebagai rahmat dari-Nya—untuk menenggelamkan si anak jauh
dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si
ayah. Anak Nabi Nuh mengira bahwa gunung akan mencegahnya dari kejaran
air namun ia pun terkejar dan tenggelam. Angin topan terus berlanjut dan
terus membawa perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat,
pemandangan tertuju kepada bumi yang telah musnah sehingga tiada
kehidupan kecuali sebagian kayu yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di
mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga berbagai binatang
yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk
membayangkan kedahsyatan topan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan
Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana
gunung. Sebagian ilmuwan meyakini bahwa terpisahnya beberapa benua dan
terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari
topan yang dahulu.
Topan
yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di
mana kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah
Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar bumi tetap tenang dan
menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu berlabuh di al-Judi, yaitu
nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah
gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah Ilahi, bumi
kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah menyucikan
bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan
difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan)
berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan
bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah
orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan
air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah
bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur
sepenuhnya. Dikatakan bahwa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita
selama empat puluh tahun sebelum datangnya topan, karena itu tidak ada
yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.
Firman-Nya:
Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di
atasnya. Di sebutkan bahwa hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari
kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan
orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa juga.
Dikatakan:
'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. Topan
menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa
yang mengerikan dengan lenyapnya topan. Dan berpindahlah pergulatan dari
ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh
tidak mengetahui saat itu bahwa anaknya menjadi kafir. Ia menganggap
bahwa anaknya sebagai seorang mukmin yang memilih untuk menyelamatkan
diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun ombak telah mengakhiri
percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak
mengetahui seberapa jauh bagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu
bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT
berfirman:
"Dan
Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya
anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang
benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. " (QS. Hud: 45)
Nuh
ingin berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya
yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang
beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya
yang ada pada anaknya:
"Hai
Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan
akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu,
janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakikatnya). Aku memperingatkan kepa-damu supaya kamu jangan termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)
Al-Qurthubi
berkata—menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama—ini adalah
pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama
Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata
kepada Tuhannya: "Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku," kecuali
karena ia memang menampakkan hal yang demikian kepadanya. Sebab,
mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir kemudian ia meminta
agar sebagian mereka diselamatkan."
Anaknya
menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT
memberitahukan kepada Nuh ilmu gaib yang khusus dimiliki-Nya. Yakni
Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya dari anaknya. Allah SWT
ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi orang-orang yang
tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan bahwa anaknya
beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.
Di
sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang
mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT
ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahwa anaknya bukan termasuk
keluarganya karena ia tidak beriman kepada Allah SWT. Hubungan darah
bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang nabi adalah
anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi, dan
bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika
demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini
juga harus di teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang
mukmin. Adalah tidak benar jika hubungan sesama mereka dibangun
berdasarkan darah, ras, warna kulit, atau tempat tinggal.
Nabi
Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian
Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu
dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan
penjagaan-Nya:
"Nuh
berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari
memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya).
Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh
mbelas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang
merugi. " (QS. Hud: 47) "Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan selamat
dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman)
dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)
Nabi
Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan
binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu,
orangorang mukmin juga tumn. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah
dan bersujud. Saat itu bumi masih basah karena pengaruh topan. Nabi Nuh
bangkit setelah salatnya dan menggali pondasi untuk membangun tempat
ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan
api dan duduk-duduk di sekelilinginya. Menyalakan api sebelumnya di
larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api akan menyentuh
kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang
memakan makanan yang hangat selama masa topan.
Berlalulah
hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi
menceritakan kisah Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak mengetahui
bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita
ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahwa Nabi Nuh mewasiatkan kepada
putra-putranya saat ia meninggal agar mereka hanya menyembah Allah SWT.
demikian kisah Nabi Nuh AS semoga bermanfaat.
*********************************************************************************
kisah Nabi Hud AS
pada zaman rasul. Berakhirlah kisah kaum nabi Nuh As, Sedangkan
minoriti antara mereka dapat kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari
sunatullah dan janji-Nya: Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi Nuh
adalah:
"Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang takwa." (QS. al-Qashash: 83)
Dan janji Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan: 'Hai
Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada
pula umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam hehidupan
dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS.
Hud: 48)
Berputarlah
roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelah datangnya taufan,
tiada yang tersisa dari manusia di muka bumi kecuali orang-orang yang
beriman. Tiada satu hati yang kafir pun berada di muka bumi dan syaitan
mulai mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah
tahun demi tahun, lalu matilah para orang tua dan anak-anak, dan
datanglah anak dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan
mereka kembali menyembah berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan
yang semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya, tipuan kuno berulang
kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin melupakan
kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka dari taufan."
Oleh
kerana itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang selamat itu
yang dapat mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini semakin
berkembang generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu
berubah menjadi penghambaan. Patung- patung itu berubah - dengan bisikan
syaitan - menjadi tuhan selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan
kegelapan. Lalu Allah SWT rnengutus junjungan kita Nabi Hud di
tengah-tengah kaumnya.
Nabi
Hud AS adalah keturunan Sam bin Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus
kepada kaumnya yang bernama kaum “Ad”, suatu kaum yang bertempat tinggal
di sebelah utara Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad adalah kaum yang
sangat mahir membikin benteng yang kokoh dan kuat, tetapi sayang, mereka
menyembah berhala.
Al-Qur'an
menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama
kepada manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah
ini tinggal di suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la adalah padang
pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan tampak dari puncaknya
lautan. Adapun tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda besar dan
mempunyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal dengan
kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang amat
tinggi dan tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang dikutip
oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada
seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan mereka. Meskipun
mereka memiliki kebesaran tubuh, namun mereka memiliki akal yang gelap.
Mereka menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap berperang
atas namanya. Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya. Selama
mereka menganggap bahawa kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan,
maka seharusnya mereka melihat bahawa Allah SWT yang menciptakan mereka
lebih kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat selain
kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu
adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul.
Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan
tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau
ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang
engkau inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahawa ia hanya
mengharapkan imbuhan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun
dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya
kebenaran. Ia mengingatkan mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap
mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi
Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia
menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia
mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum
Hud membuat kerosakan dan mengira bahawa mereka orang-orang yang
terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan
semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana
engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami
menyembahnya?" Nabi Hud menjawab: "Sungguh orang tua kalian telah
berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah engkau akan
mengatakan wahai Hud bahawa setelah kami mad dan menjadi tanah yang
beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?" Nabi Hud menjawab:
"Kalian akan kembali pada hari kiamat dan Allah SWT akan bertanya kepada
masing-masing dari kalian tentang apa yang kalian lakukan."
Setelah
mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya
pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka.
Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika
jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan
tanah itu akan beterbangan, lalu bagaimana semua ini akan kembali ke
asalnya. "Kemudian apa pengertian adanya hari kiamat? Mengapa
orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?" Hud menerima
pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai
menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan kepada
mereka bahawa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah satu hal yang
penting yang berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga
sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.
Nabi
Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh
semua nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah sang
Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar memulai penciptaan
kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini, lalu
setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang
pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya menyerahkan
lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar
jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan
siapa yang gagal.
Manusia
selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang
berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas.
Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa
menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat namun mereka
mendapatkan fasilitas yang mewah dan mendapatkan penghormatan serta
kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan mengadu dan kepada
siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika
keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak
selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan
berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah
kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh
suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap bahawa hari
kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan kelaliman atas
diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara
hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari
pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT.
Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap
kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT
akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama
tentang hari kiamat yang berhubungan langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada
kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan
perilaku manusia sendiri. bahawa keyakinan dengan adanya hari akhir,
mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan
siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah perkara- perkara yang
langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia
dan had mereka akan tertuju dengan alam lain setelah alam ini. Oleh
kerana itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia,
kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak perlu
gelisah saat mereka tidak berhasil melihat balasan usaha mereka dalam
umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin
meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya ke roh yang
ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali
persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia,
nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan
dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi dapat terwujud dengan adanya
keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah membicarakan semua ini dan
mereka telah mendengarkannya namun mereka mendustakannya. Allah SWT
menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:
"Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang
mendustakan pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami
mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, dia, makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum
dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian menaati
manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian itu, kamu benar-benar
menjadi orang- orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu
sekalian, bahawa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang
belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh,
jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan
tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup
dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al- Mu`minun:
33-37)
Demikianlah
kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak
mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahawa Allah
SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka
bingung ketika dibe-ritahu bahawa Allah SWT akan mengembalikan
penciptaan manusia setelah ia berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah
menciptakannya sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari
kebangkitan itu merasa bahawa mengembalikan penciptaan manusia dari
tanah dan tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama kali. Bukankah
Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa yang
ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan
tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur
manusia tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. kerana Dia
tidak mengenal kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat
sesuatu, maka Dia hanya sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah
Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan)
sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah."Lalu
jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-Nya:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun: 33)
Al-Mala'
ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' kerana
mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam
kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka
dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para pembesar kaum,
orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di antara mereka
yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam
firman-Nya:
"Dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun: 33)
kerana
pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk
meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan
dan kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada
kaumnya sambil bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti
kita, ia memakan dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang
kita minum? Bahkan barangkali kerana kemiskinannya, ia sedikit, makan
dari apa yang kita, makan dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang
kotor sementara kita minum dari gelas-gelas yang terbuat dari emas dan
perak., maka bagaimana ia mengaku berada dalam kebenaran dan kita dalam
kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka bagaimana kita menaati manusia
biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT memilih manusia di
antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para
pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh ketika Allah
SWT memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?"
Nabi Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya
Allah SWT mencintai kalian dan oleh kerananya Dia mengutus aku kepada
kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh
tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang
telah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT telah dihancurkan
dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun akan
dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para pembesar kaum berkata:
"Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud menjawab:
"Allah SWT."
Orang-orang
kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan
kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahawa tuhan- tuhan yang mereka
sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada
hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada
mereka bahawa hanya Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia,
sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat mendatangkan mudarat dan
manfaat.
Pertarungan
antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan
berlanjut dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan,
pembangkangan, dan pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh
Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata
kepadanya: "Sekarang kami memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya
engkau menghina tuhan kami dan tuhan kami telah marah kepadamu, dan
kerana kemarahannya engkau menjadi gila." Allah SWT menceritakan apa
yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum
'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti
yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak
akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahawa sebagian
sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud:
53-54)
Sampai
pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka,
sampai pada batas bahawa mereka menganggap, bahawa Nabi Hud telah
mengigau kerana salah satu tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga
ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan
mereka bahawa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap emosi
tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan kami
sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan- sembahan kami kerana
perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. "
Setelah
tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan tantangan
yang sama. Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya
memberikan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan
dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya
aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahawa
Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari
selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan
janganlah karnu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal
kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di
atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk
menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya
sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu.
" (QS. Hud: 54-57)
Manusia
akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang
lelaki menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka
menganggap bahawa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan.
Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan
mereka, serta berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia
siap menentang mereka dan menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia
pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada Allah SWT.
Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah yang menguasai setiap
makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia, maupun makhluk
lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan
keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji- Nya serta
merasa tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr
dari kaumnya. Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun ia
sendirian dan merasakan kelemahan kerana ia mendapatkan keamanan yang
hakiki dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada
kaumnya bahawa ia melaksanakan amanat dan menyampaikan agama. Jika
mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah SWT akan mengganti mereka
dengan kaum selain mereka. Yang demikian ini berarti bahawa mereka
sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada mereka,
bahawa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la bertawakal
kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia
mengetahui bahawa siksa akan turun di antara para pengikutnya yang
menentang. Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT menyiksa
orang-orang kafir meskipun mereka sangat kuat atau sangat kaya. Nabi Hud
dan kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah masa kering
di muka bumi di mana langit tidak lagi menurunkan hujan. Matahari
menyengat sangat kuat hingga laksana percikan-percikan api yang menimpa
kepala manusia.
Kaum
Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi
kekeringan ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT
murka kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela
terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian."
Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya.,
maka masa kekeringan semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang
hijau dan matilah tanaman-tanaman.
Lalu
datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang menyelimuti
langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah mereka
sambil berkata: "Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba udara
berubah yang tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat dingin.
Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang.
Angin terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap
saat rasa dingin bertambah.
Kaum
Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi
di dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan
tenda. Angin menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali
angin bertiup, ia menghancurkan dan membunuh apa saja yang di depannya.
Angin bertiup selama tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam
kehidupan dunia. Kemudian angin berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya."
(QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka
selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus;, maka kamu lihat kaum
'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka
tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). " (QS. al-Haqqah:
7)
Tiada
yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk.
Nabi Hud dan orang-orang yang beriman kepadanya selamat sedangkan
orang-orang yang menentangnya binasa.
Pembalasan Allah Atas Kaum Aad
Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang
kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua perinkat.Tahap
pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun
mrk, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka
tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti
biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan
mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah
yang dijanjikan dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada
mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman
kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian
bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali
dengan lebatnya dan terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang mengancam.
Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji Nabi
Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap
berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah yang mereka
hadapi.
Tentangan mrk terhadap janji Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawapan dengan dtgnya
pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan
mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan
sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun
membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang
mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang
bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: "Mega hitam
itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan
membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan
dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang
selalu kamu sangkal dan kamu dusta.
Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa
yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa bukan hujan yang turun dari
awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang
disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan
bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua
perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh
binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari
kesana sini hilir mudik mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana
isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya sedang rumah-rumah
menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung
selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat menyampuh bersih kaum Aad
yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang
menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat yang
akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang
beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa
kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang
kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan
bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang
meminta tolong dan mohon perlindungan.
Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan
tanah " Al-Ahqaf " sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad pergilah
Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia
tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di
sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit
di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para
penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya
dan bulan Syaaban pada setiap tahun.
Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat
dalam 10 surah di antaranya surah Hud, ayat 50 hingga 60 , surah "
Al-Mukminun " ayat 31 sehingga ayat 41 , surah " Al-Ahqaaf " ayat 21
sehingga ayat 26 dan surah " Al-Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S.
Nabi
Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut ditiru dan
diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama.Beliau menghadapi
kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran,
ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan
kata-kata kasar mereka dengan serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata
yang halus yang menunjukkan bahawa beliau dapat menguasai emosinya dan
tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.
Nabi
Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan
menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut
menolak tuduhan dan ejekan itu dengan hanya mengata:"Aku tidak gila dan
bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau
mengganggu fikiranku sedikit pun tetapi aku ini adalah rasul pesuruh
Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang penasihat yang jujur
bagimu menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu
terhindar dan selamat dari azab dan seksaan Allah di dunia mahupun di
akhirat."
Dalam
berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha mengetuk hati nurani
mereka dan mengajak mereka berfikir secara rasional, menggunakan akal
dan fikiran yang sihat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima
oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka
namun hidayah iu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa
yang Dia kehendakinya.
demikian kisah Nabi Hud AS semoga bermanfaat.
*********************************************************************************
kisah Nabi Saleh AS
pada zaman rasul. yuk kita lanjut cerita ke nabi kita Shaleh As.Tsamud
adalah nama suatu suku yang oleh sementara ahli sejarah dimasukkan
bagian dari bangsa Arab dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam
bangsa Yahudi. Mereka bertempat tinggal di suatu dataran bernama ”
Alhijir ” terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan
dan dikuasai suku Aad yang telah habis binasa disapu angin taufan yang
di kirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan
pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Nabi Hud A.S.
Kemakmuran
dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan
dinikmati oleh kaum Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud.Tanah-tanah yang
subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan
dan lemak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah-indah,
bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang datar dan
dipahatnya dari gunung. Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram ,
sejahtera dan bahgia, merasa aman dari segala gangguan alamiah dan bahwa
kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan
mereka.
Kaum
Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan Mereka adalah berhala-berhala yang
mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berqurban, tempat merekaminta
perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan
serta kebahagiaan. Mereka tidak dpt melihat atau memikirkan lebih jauh
dan apa yang dpt mrk jangkau dengan pancaindera.
Nabi Saleh Berdakwah Kepada Kaum Tsamud
Allah
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan
hamba-hamba_Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya
nabi pesuruh disisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin
mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula
Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum
mereka diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara
seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini
berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mrk telah diutuskan Nabi
Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari
keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas,
cerdik pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.
Nabi
Shaleh memperkenalkan kepada Tuhan yang sepatut mereka sembah, Tuhan
Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam
sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan
bahan keperluan hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi
manfaat dan berguna bagi mereka dan dengan demikian memberi kepada
mereka kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan
batin.Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan
patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak
berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari
ketakutan dan bahaya.
Nabi
Shaleh memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang daripada mereka ,
terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mereka
adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan
sesuku dengan mereka.Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka
dan sesekali tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan
membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mereka. Ia
menerangkan kepada mereka bahwa ianya adalah pesuruh dan utusan Allah,
dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka adalah amanat Allah
yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan mereka semasa
hidup mereka dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Ia mengharapkan
kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang ia
serukan dan anjurkan dan agar meeka segera meninggalkan persembahan
kepada berhala-berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha
Esa seraya bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya atas dosa dan perbuatan
syirik yang selama ini telah mereka lakukan.Allah maha dekat kepada
mereka mendengarkan doa mereka dan memberi ampun kepada yang salah bila
dimintanya.
Terperanjatlah
kaum Shaleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan
hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak
mereka sendiri.Maka serentak ditolaklah ajakan Nabi Shaleh itu seraya
berkata mereka kepadanya:”Wahai Shaleh ! Kami mengenalmu seorang yang
pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua
pertimbangan mu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda
kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau
sebetulnya untuk memimpin kami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang
kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan
menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan
kesusahan.Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan
kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak
tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah
yang engkau serukan kepada kami? Enkau menghendaki agar kami
meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan
agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami
sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk
selama-lamanya.Kami sesekali tidak akan meninggalkannya karena seruanmu
dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu.Kami tidak mempercayai
ucapan kosongmu bahkan meragukan kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai
nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan mengikuti
jejakmu.”
Nabi
Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti
ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mereka rezeki yang
luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah
kaum-kaum yang mendapat seksa dan azab dari Allah karena menentang
rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi
di atas mereka, jika mereka tidak mau menerima dakwahnya dan mendengar
nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang
anggota dari keluarga besar mereka dan yang tidak mengharapkan atau
menuntut upah daripada mereka atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan
amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allahlah yang akan memberinya
upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada
mereka.
Sekelompok
kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakkannya terdiri dari orang-orang
yang kedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman
kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mrk yang
tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan
menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Shaleh dan mengingkari
kenabiannya dan berkata kepadanya:” Wahai Shaleh! Kami kira bahwa engkau
telah kerasukan syaitan dan terkena sihir.Engkau telah menjadi sinting
dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau
sehingga engkau dengan tidak sedar telah mengeluarkan kata-kata ucapan
yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya.
Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi
dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu daripada kami semua sehingga engkau
dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih
patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul daripada engkau.
Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar
kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi
kaummu.Jika engkau merasa bahwa engkau sehat badan dan sihat fikiran dan
mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung
dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu
dengan mencerca persembahan kami dan nenek moyangmu sendiri.Kami tidak
akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh
orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi
Saleh menjawab: ” Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa
aku tidak mengharapkan sesuatu apapun daripadamu sebagai imbalan atas
usahaku memberi tuntunan dan penerangan kepada kamu. Aku tidak
mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku
ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan daripada-Nya
kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu. Dan bagaimana aku
dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku,
padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran
dakwahku.
Janganlah
sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan
melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan
persembahan nenek moyang kamu yang bathil itu. Siapakah yang akan
melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian?
Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan
seruanmu itu.”
Setelah
gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya
ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutinya dan berpihak
kepadanya. Para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak
membendung arus dakwahnya, yang makin lama makin mendapat perhatian
terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. Mereka
menentang Nabi Shaleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan
suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang
berada di luar kekuasaan manusia.
Allah Memberi Mukjizat Kepada Nabi Shaleh A.S.
Nabi
Shaleh sedar bahawa tentangan kaumnya yang menuntut bukti daripanya
berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya
dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para
pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi
Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka bila
ia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan
meninggalkan agama dan persembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Shaleh
dan beriman kepadanya.
Sesuai
dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi
Shaleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk
membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan
tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah
dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari
perut sebuah batu karang besar yang terdpt di sisi sebuah bukit yang
mereka tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha
Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari
perutnya seekor unta betina.
Dengan menunjuk kepada unta yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka:” Inilah dia unta Allah,
janganlah kamu ganggu dan biarkanlah ia mencari makanannya sendiri di
atas bumi Allah ia mempunyai giliran untuk mendptkan air minum dan kamu
mempunyai giliran untuk mendapatkan minum bagimu dan bagi ternakanmu
juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya bila kamu
sampai mengganggu binatang ini.”Kemudian berkeliaranlah unta di
ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendapat gangguan. Dan
ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yang
diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari
giliran unta Nabi Shaleh itu datang minum tiada seekor binatang lain
berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada
pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa
adanya unta Nabi Shaleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan
laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.
Dengan
berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut
gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan
kehormatan & menghilangkan pegaruh Nabi Shaleh bahkan sebaliknya
telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilang banyak
keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik
ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi
Shaleh yang merajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti
oleh binatang-binatang peliharaannya.
Unta Nabi Saleh Dibunuh
Persekongkolan
diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan
pembunuhan unta Nabi Shaleh. Dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa
takut dari azab yang diancam oleh Nabi Shaleh bila untanya diganggu di
samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang
itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan
yang kaya raya menawarkan akan menyerahkan dirinya kepada siapa yang
dapat membunuh unta Shaleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain
yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan
menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang
berhasil membunuh unta itu.
Dua
macam hadiah yyang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan
para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda’ bin
Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan
bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang
akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Shaleh telah
mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki, bersembunyilah kumpulan itu di suatu
tempat di mana biasanya di lalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi
tempatminum. Dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah
dipanah betisnya oleh Musadda’ yang disusul oleh Gudar dengan
menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan
perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota
menyampaikan berita matinya unta Nabi Shaleh yang mendapat sambutan
sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka
kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang
gemilang.
Mereka berkata kepada Nabi Shaleh:” Wahai
Shaleh! Untamu telah amti dibunuh, cubalah datangkan akan apa yang
engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau
betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya.”
Nabi Saleh menjawab:” Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu.
Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya
masa azab yang Allah talah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu.
Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu
kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset .Kamu boleh bersuka ria dan
bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang
setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan taqdir-Nya
yang tidak dapat ditunda atau dihalang.”
Ada
kemungkinan menurut sementara ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya
Nabi Shaleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan,
kalau-kalau mereka sedar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta
beriman kepada Nabi Shaleh kepada risalahnya.
Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan
ejekan kepada Nabi Shaleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya
azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Turunnya Azab Allah Yang Dijanjikan
Nabi
Shaleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas
mereka akan didahului dengan tanda-tanda, iaitu pada hari pertama bila
mereka terbangun dari tidurnya akan menemui wajah mereka menjadi kuning
dan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan
pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.
Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaumnya
kelompok sembilan orang ialah kelompok pembunuh unta merancang
pembunuhan atas diri Nabi Shaleh mendahului tibanya azab yang diancamkan
itu.Mereka mengadakan pertemuan rahsia dan bersumpah bersama akan
melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang
masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga
Nabi Shaleh, jika diketahui identiti mereka sebagai pembunuhnya.
Rancangan mereka ini dirahsiakan sehingga tidak diketahui dan didengar
oleh siapa pun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Ketika
mereka datang ke tempat Nabi Shaleh bagi melaksanakan rancangan
jahatnya di malam yang gelap-gulita dan sunyi-senyap berjatuhanlah di
atas kepala mereka batu-batu besar yang tidak diketahui dari arah mana
datangnya dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam
keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindingi
rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir. Satu hari
sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah
berangkatlah Nabi Shaleh bersama para mukminin pengikutnya menuju
Ramlah, sebuah tempat di Palestin, meninggalkan Hijir dan penghuninya,
kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan
dengan gempa bumi yang mengerikan
Nabi Shaleh Wafat
Nabi
Saleh dan orang-orang yang beriman bersamanya diselamatkan dari azab
tersebut. Al-Alusi menceritakan orang yang selamat bersama Nabi Saleh
sebanyak 120 orang, sementara yang binasa 5000 orang. baginda Wafat di
Nawahiyir Rimlah di Palestina
Kisah Nabi Shaleh Dalam Al-Quran
Kisah
Nabi Shaleh diceritakan oleh 72 ayat dalam 11 surah di antaranya surah
Al-A’raaf, ayat 73 hingga 79, surah ” Hud ” ayat 61 sehingga ayat 68 dan
surah ” Al-Qamar ” ayat 23 sehingga ayat 32.
Pelajaran Dari Kisah Nabi Shaleh A.S.
Pengajaran
yang menonjol yang dapat dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa
dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga
masyarakat dapat berakibat negatif yang membinasakan masyarakat itu
seluruhnya.
Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur dan bahkan tersapu
bersih dari atas bumi karena dosa dan pelanggaran perintah Allah yang
dilakukan oleh beberapa gelintir orang pembunuh unta Nabi Saleh A.S.
Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar
makruf nahi mungkar. Karena dengan melakukan tugas amar makruf nahi
mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak
berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan
lindungan kita ,kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau
merestui perbuatan mungkar itu
Bersikap
pasif acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di
depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap
perbuatan mungkar itu.
demikian kisah Nabi Saleh AS semoga bermanfaat.