Kamis, 28 Maret 2013


KISAH NABI ADAM A.S
Surga yang serba nikmat segala kesenangan ada di dalamnya. Semua tersedia apa saja yang diinginkan, tanpa bersusah payah memperolehinya. Sungguh suatu tempat yang sangat indah dan permai, menjadi idaman setiap insan. Demikianlah menurut riwayat, tatkala Allah SWT. selesai menciptakan alam semesta dan makhluk-makhluk lainnya, maka dibuat-Nya pula Adam 'alaihissalam sebagai manusia pertama. Hamba yang dimuliakan itu ditempatkan Allah di dalam surga (Jannah). Adam as hidup sendirian dan sebatang kara, tanpa memiliki seorang teman pun. Ia berjalan ke kiri dan ke kanan, menghadap ke langit-langit yang tinggi, ke bumi terhampar jauh di seberang, maka tiadalah sesuatu yang dilihatnya dari mahkluk sejenisnya kecuali burung-burung yang beterbangan ke sana ke mari, sambil berkejar-kejaran di angkasa bebas, bernyanyi-nyanyi, bersiul-siul, seolah memamerkan kemesraan.
Adam as terpikat melihatnya, rindu kalau demikian. Tetapi sungguh malang, siapalah gerangan kawan yang hendak diajak.
 Ia merasa kesepian, lama sudah. Ia tinggal di surga bagai orang kebingungan, tidak pasangan yang akan dibujuk bergabung sebagaimana burung-burung yang dilihatnya. Tidak ada pekerjaan sehari-hari kecuali bermalas-malas begitu saja, bersantai berangin-angin di dalam taman surga yang indah permai, yang ditumbuhi oleh bermacam bunga-bunga kuntum semerbak yang wangi, yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai bercabang-cabang, yang desiran airnya bagai mengandung pembangkit rindu.
Adam kesepian
Apa saja di dalam surga semuanya nikmat! Tetapi apalah arti segalanya kalau hati selalu gelisah resah di dalam kesepian seorang diri?
Itulah satu-satunya kekurangan yang dirasakan Adam as di dalam surga. Ia harus ke sesuatu, yaitu kepada teman sejenis yang akan mendampinginya di dalam kesenangan yang tak terhingga itu. Terkadang kalau rindu dendamnya datang, turunlah ia ke bawah pohon-pohon rindang mencari hiburan, mendengarkan burung-burung bernyanyi bersahut-sahutan, tetapi aduh hai kasihan ... bukannya hati menjadi tenteram, bahkan menjadi lebih tertikam.Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan bergerak lemah gemalai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya sebagai derita batin yang tegak di balik nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Tetapi meskipun demikian, agaknya Adam as malu mengadukan halnya kepada Allah SWT. Namun, walaupun Adam as malu untuk mengadu, Allah Ta'ala sendiri Maha Tahu dan Maha Melihat apa yang tersembunyi di kalbu hamba-Nya. Karena itu Allah Ta'ala ingin mengusir rasa kesepian Adam.
Hawa diciptakan
Tatkala Adam as sudah berada di puncak kerinduan dan keinginan untuk mendapatkan kawan, sedang ia lagi duduk terpekur di atas tempat duduk yang berlapiskan tilam permadani serba mewah, maka tiba-tiba ngantukpun datanglah menawannya serta langsung membawanya hanyut ke alam tidur.
Adam as tertidur nyenyak, tak sadar kepada sesuatu yang ada di sekitarnya. Di saat-saat yang demikian itulah Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril untuk mencabut tulang rusuk Adam as dari lambung kiri. Bagai orang yang sedang terbius, Adam as tidak merasakan apa-apa ketika tulang rusuknya dicabut oleh malaikat Jibril Dan oleh kudrat kuasa Ilahi yang sedang menghendaki terjadinya sesuatu cukup berkata "Kun!" Maka terciptalah Hawa dari tulang rusuk Adam as, sebagai insan kedua penghuni surga dan sebagai pelengkap karunia yang dianugerahkan kepada Adam as yang mendambakan seorang teman tempat ia bisa bergabung dan bersenda gurau.
Pertemuan Adam dan Hawa
Udara duduk bersandar pada bantal lembut di atas tempat duduk megah yang bertatahkan emas dan permata-permata bermutu manikam, sambil terpesona memperhatikan kecerahan wajah dari seorang pria ganteng yang sedang terbaring, tak jauh di depannya.
Keterangan pikiran yang menggelombang di dalam sanubari Hawa seolah-olah merupakan arus-arus listrik yang datang mengetuk kalbu Adam as, yang langsung menerimanya sebagai mimpi yang efisien di dalam gambaran jiwanya seketika itu.
Adam terjaga ....! Alangkah terkejutnya ia ketika melihat ada makhluk manusia seperti dirinya hanya beberapa langkah di depannya. Ia seolah tak percaya pada penglihatannya. Ia masih terbaring mengusap matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya.
Hawa yang diciptakan lengkap dengan perasaan malu, segera memutar badannya sekadar untuk menyembunyikan bukit-bukit di dadanya, seraya mengirimkan senyum manis bercampur manja, diiringi pandangan melirik dari sudut mata yang memberikan sinar harapan bagi hati yang melihatnya.
Memang dijadikan Hawa dengan bentuk dan paras yang sempurna. Ia dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan, kehalusan, kelemah-lembutan, kasih-sayang, kesucian, keibuan dan segala sifat-sifat kepribadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona dan memikat hati setiap yang memandangnya.
Ia adalah wanita tercantik yang menghiasai surga, yang kecantikannya itu akan diwariskan turun temurun di hari kemudian, dan daripadanyalah maka ada kecantikan yang diwariskan kepada wanita-wanita yang datang dibelakangnya.
Adam as pun tak kurang gagah dan kacaknya. Tidak ditemukan cacat pada dirinya karena ia adalah satu-satunya makhluk manusia yang diciptakan oleh Allah SWT secara langsung tanpa perantara.
Semua kecantikan yang diperuntukkan bagi pria terhimpun padanya. Kecantikan itu pulalah yang diwariskan turun temurun kepada orang-orang di belakangnya sebagai anugerah Allah SWT kepada makhluk-Nya yang bergelar manusia. Bahkan diriwayatkan bahwa kelak semua penduduk syurga akan dibangkitkan dengan pantulan dari cahaya rupa Adam as
Adam as bangkit dari pembaringannya, memperbaiki duduknya. Ia membuka matanya, memperhatikan dengan pandangan tajam. Ia sadar bahwa orang asing di depannya itu bukanlah bayangan selintas pandang, namun benar-benar suatu kenyataan dari wujud insani yang memiliki bentuk fisik seperti dirinya. Ia yakin ia tidak salah pandang. Ia tahu itu manusia seperti dirinya, yang hanya berbeda kelaminnya saja. Ia langsung dapat menyimpulkan bahwa makhluk di depannya adalah perempuan. Ia sadar bahwa itulah dia jenis yang dirindukannya. Hatinya senang, bersyukur, bertahmid memuji Zat Maha Pencipta.
Ia tertawa kepada gadis jelita itu, yang menyambutnya tersipu seraya menundukkan kepalanya dengan pandangan tak langsung, pandangan yang menyingkap apa yang terbersit di kalbunya.
Adam terpikat
Adam terpikat pada rupa Hawa yang jelita, yang bagaikan kejelitaan segala puteri-puteri yang berdomisili di atas langit atau bidadari-bidadari di surga.
Tuhan menanam asmara murni dan hasrat berahi di hati Adam as dan menjadikannya orang yang paling asyik dilamun cinta, yang tiada taranya dalam sejarah, yaitu kisah cinta dua insan di dalam surga. Adam as ditakdirkan jatuh cinta kepada putri paling cantik dari segala yang cantik, yang paling jelita dari segala yang jelita, dan yang paling harum dari segala yang harum.
Adam as dibisikkan oleh hatinya agar merayu Hawa. Ia berseru: "Aduh, hai si jelita, siapakah gerangan kekasih ini? Dari manakah datangmu, dan untuk siapakah engkau disini? "Suaranya sopan, lembut, dan penuh kasih sayang.
"Aku Hawa," sambutnya ramah. "Aku dari Pencipta!" Suaranya tertegun sesaat. "Aku .... aku .... aku, dijadikan untukmu!" Tekanan suaranya meyakinkan.
Tidak ada suara yang seindah dan semerdu itu meskipun berbagai suara merdu dan indah terdengar setiap saat di dalam surga. Tetapi suara Hawa .... tidak pernah di dengarnya suara sebegitu indah yang keluar dari bibir mungil si wanita jelita itu. Suaranya membangkitkan rindu, gerakan tubuhnya menimbulkan semangat.
Kata-kata yang paling segar didengar Adam as adalah tatkala Hawa mengucapkan terputus-putus: "Aku .... aku .... aku, dijadikan untukmu!" Kata-kata itu nikmat, menambah kemesraan Adam kepada Hawa.
Adam as sadar bahwa nikmat itu datang dari Tuhan dan Cintapun datang dari Tuhan. Ia tahu bahwa Allah SWT itu cantik, menyukai kecantikan. Jadi, kalau cinta kepada kecantikan berertilah pula cinta kepada Tuhan. Jadi cinta itu bukan dosa tetapi malah suatu pengabdian. Dengan mengenali cinta, makrifah kepada Tuhan semakin mendalam. Cinta kepada Hawa berarti cinta kepada Pencipta. Dengan keyakinan demikian Adam as menjemput Hawa dengan berkata: "Kekasihku, ke marilah engkau!" Suaranya halus, penuh kemesraan.
"Aku malu!" Balas Hawa seolah-olah menolak. Tangannya, kepalanya, memberi sinyal menolak seraya memandang Adam dengan penuh ketakjuban.
"Kalau kamu yang menginginkan aku, engkaulah yang ke sini!" Suaranya yang bagaikan irama seolah memberi harapan.
Adam tidak ragu-ragu. Ia mengayuh langkah gagah mendatangi Hawa. Maka sejak itulah teradat sudah bahwa wanita itu didatangi, bukan mendatangi.
Hawa bangkit dari tempat duduknya, menggeser surut beberapa langkah. Ia sadar bahwa meskipun dirinya terdaftar untuk Adam as, namunlah harus memiliki persyaratan tertentu. Di dalam sanubarinya, ia tak dapat menyangkal bahwa ia pun terpesona dan tertarik kepada rupa Adam as yang sungguh indah.
Adam as tidak putus asa. Ia tahu itu bukan dosa. Ia membaca isi hati. Ia tahu bukannya Hawa menolak, tetapi menghindarnya itu memanglah suatu perbuatan wajar dari sikap malu seorang gadis yang berbudi. Ia tahu bahwa di balik "malu" terselit "rasa mau". Karenanya ia yakin pada dirinya bahwa Hawa diperuntukkan baginya. Naluri insaninya bergelora.
Tatkala sudah dekat ia pada Hawa serta hendak mengulurkan tangan sucinya kepadanya, maka tiba-tiba terdengarlah panggilan gaib berseru:
"Hai Adam .... tahanlah dirimu. Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan menikah! ".
Adam as tertegun, balik ke tempatnya dengan taat. Udara pun mendengar teguran itu dan hatinya tenteram.
Kedua manusia surga itu sama terdiam seolah menunggu perintah.
Pernikahan Adam dan Hawa
Allah SWT. Yang Maha Pengasih untuk menyempurnakan nikmatnya lahir dan batin kepada kedua hamba-Nya yang saling membutuhkan itu, segera memerintahkan gadis-gadis bidadari penghuni surga untuk menghiasi dan menghibur mempelai perempuan itu dan membawakan kepadanya pengiriman-pengiriman berupa perhiasan-perhiasan surga. Sementara itu diperintahkan pula kepada malaikat langit untuk berkumpul bersama-sama di bawah pohon "Syajarah Thuba", menjadi saksi pada pernikahan Adam dan Hawa.
Diriwayatkan bahwa pada akad pernikahan itu Allah SWT. berfirman: "Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah pakaian-Ku, segala kemegahan adalah hiasan-Ku dan segala makhluk adalah hamba-Ku dan di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu hai para malaikat dan para penghuni langit dan surga bahwa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua ciptaan-Ku dengan mahar, dan harus keduanya bertahlil dan bertahmid kepada-Ku! ".
Malaikat dan para bidadari berdatangan
Setelah akad nikah selesai berdatanganlah para malaikat dan para bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan permata kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad, dicari & diantarlah Adam as mendapatkan istrinya di istana megah yang akan mereka tempati. Hawa menuntut haknya. Hak yang disyariatkan Allah sejak semula. "Mana mahar?" Tanyanya. Ia menolak persentuhan sebelum mahar pemberian ditunaikan dahulu.
Adam as bingung seketika. Lalu sadar bahwa untuk menerima haruslah tersedia memberi. Ia insaf bahwa yang demikian itu harus menjadi metode pertama dalam pergaulan hidup. Sekarang ia sudah memiliki teman. Antara sesama kawan harus ada saling memberi dan saling menerima. Pemberian pertama pada pernikahan untuk menerima kehalalan adalah mahar. Oleh karenanya Adam as menyadari bahwa tuntutan Hawa untuk menerima mahar adalah benar.
Mahar pernikahan Adam
Pergaulan hidup adalah persahabatan! Dan pergaulan antara pria dengan wanita akan berubah menjadi pernikahan apabila disertai dengan mahar. Dan kini apakah bentuk mahar yang harus diberikan? Itulah yang sedang dipikirkan Adam. Untuk keluar dari keraguan, Adam as berseru: "Ilahi, Rabbi!Apakah gerangan yang akan kuberikan kepadanya? Emaskah, intankah, perak atau permata? ". "Bukan!" Kata Tuhan. "Apakah hamba akan berpuasa atau shalat atau bertasbih untuk-Mu sebagai maharnya?" Tanya Adam as dengan penuh pengharapan. "Bukan!" Tegas suara ghaib. Adam diam, menentramkan jiwanya. Kemudian bermohon dengan tekun: "Kalau begitu tunjukilah hamba-Mu jalan keluar!". Allah SWT. berfirman: "Mahar Hawa adalah selawat sepuluh kali atas Nabi-Ku, Nabi yang bakal Kubangkit yang membawa pernyataan dari sifat-sifat-Ku: Muhammad, cincin permata dari para anbiya 'dan penutup serta penghulu segala Rasul. Ucapkanlah sepuluh kali! ".
Adam as merasa lega. Ia mengucapkan sepuluh kali salawat atas Nabi Muhammad SAW. sebagai mahar kepada istrinya. Suatu mahar yang bernilai spiritual, karena Nabi Muhammad SAW adalah rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Udara mendengarkannya dan menerimanya sebagai mahar.
"Hai Adam, kini Aku halalkan Hawa bagimu", perintah Allah, "dan dapatlah ia sebagai istrimu!".
Adam as bersyukur lalu memasuki istrinya dengan ucapan salam. Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang seimbang.
Allah SWT. berfirman kepada mereka: "Hai Adam, diamlah engkau bersama istrimu di dalam surga dan makanlah (dan nikmatilah) apa saja yang kamu berdua inginkan, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini karena (saat mendekatinya) kamu berdua akan menjadi lalim".
(Al-A'raaf: 19).
Dengan pernikahan ini Adam as tidak lagi merasa kesepian di dalam surga. Inilah percintaan dan pernikahan yang pertama dalam sejarah ummat manusia, dan bertahan di dalam surga yang penuh kenikmatan. Yaitu sebuah pernikahan agung yang dihadiri oleh para bidadari, jin dan disaksikan oleh para malaikat.
Peristiwa pernikahan Adam dan Hawa terjadi pada hari Jumat. Entah berapa lama keduanya berdiam di surga, hanya Allah SWT yang tahu. Lalu keduanya diperintahkan turun ke bumi. Turun ke bumi untuk menyebar luaskan keturunan yang akan mengabdi kepada Allah SWT dengan janji bahwa surga itu tetap tersedia di hari kemudian untuk hamba-hamba yang beriman dan beramal saleh.
Firman Allah SWT.: "Kami berfirman: Turunlah kamu dari surga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. "
(Al-Baqarah: 38)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar