Senin, 16 Juli 2012

Larangan Lewat di Depan Orang yang Sedang Sholat

Larangan Lewat di Depan Orang yang Sedang Sholat

Pertanyaan
Assalamualaikum..
Pak ustad saya mohon penjelasan mengenai larangan lewat di depan orang yang sedang sholat. Berapa jarak minimal apabila hendak lewat di depan orang yang sedang sholat?
Saya pernah membaca hadits bahwa apabila ada orang yang akan lewat di depan kita ketika sedang sholat maka kita harus menghalanginya. Dan apabila dia tetap memaksa lewat juga kita harus membunuhnya. Saya mohon penjelasan mengenai hadits tersebut. Bagaimana cara yang baik untuk menghalangi orang yang akan lewat di depan kita ketika sedang sholat?
Sebelunya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum.


yusuf
Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Melewati orang shalat di bagian depan adalah hal yang dilarang dalam agama. Dalilnya adalah hadits muttafaqun 'alaihi berikut ini:
Rasulllah SAW bersabda, "Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat mengetahui tentang dosanya, maka pastilah menunggu selama 40 lebih baginya dari pada lewat di depannya. (HR Bukhari dan Muslim)
Salah saeorang perawi hadits, Abu An-Nadhr, berkata, "Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.
Maka agar kejadian seseorang lewat di depan kita yang sedang shalat tidak terjadi, alangkah baiknya bila kita tidak shalat di 'jalanan' yang kemungkinan akan dilewati orang.
Caranya, kita pasang pembatas dengan meletakkan benda-benda tertentu di depan kita. Misalnya batas sajadah, atau buku, tas, tongkat, pensil atau apapun. Dengan adanya batasan itu, maka orang-orang akan tahu bahwa mereka tidak boleh berjalan di situ. Kalau mau melewati, maka silahkan lewat di luar batas yang sudah dibuat.
Kalau anda suka memperhatikan perilaku sebagian orang, mungkin anda pernah mendapati mereka apabila melakukan shalat sunnah, bergerak mendekati tiang atau tembok. Sebenarnya ini juga termasuk bentuk menghindarkan diri dari dilewati orang lain. Tembok atau tiang itu adalah batasan yang tidak boleh dilewati.
Dan ada dalil dari sunnah nabawiyah yang menganjurkan hal ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.
Janganlah kalian shalat kecuali menghadap sutrah (pembatas) dan jangan perbolehkan seseorang lewat didepanmu (HR Muslim)
Dari Abi Said Al-Khudri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian shalat makagunakan ke sutrah (pembatas) dan hendaklah mendekat dan jangan membiarkan seseorang lewat di tengahnya. (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan haditsi ini hasan)
Dari Sahal ra bahwanabi SAW bersabda, "Apabila kamu shalat dengan menggunakan sutrah maka mendekatlah dan jangan sampai dipotong syaitan. (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Hadits shahih)
Para ulama menuliskan dalam banyak kitab fiqih bahwa batas jarak itu adalah 3 zira' (hasta). Sehingga bila jarak antar orang shalat dengan pembatas itu lebih dari hasta, maka dianggap boleh dilewati dan tidak ada dosa buat yang lewat di depannya.
Ukuran jarak 3 hasta ini oleh para ulama dianggap berlaku juga bila tidak ada pembatas. Sehingga lewat di depan orang shalat asalkan sudah berjarak 3 hasta dianggap tidak melanggar larangan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Minggu, 15 Juli 2012

hukum Lewat di depan orang shalat

  Senin ,16 Juli 2012 .Mungkin sebagian di antara kita masih ada yang ragu tentang boleh tidaknya lewat di depan orang sholat. Sebagian orang malah beranggapan lebih baik lewat di depan orang sholat daripada lewat di depan orang yang sedang berdzikir. Hehe… padahal kebalik ni… Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Jahm, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika orang yang berjalan di hadapan orang yang sedang shalat mengetahui dosa yang ditanggungnya, niscaya berdiri 40 baginya adalah lebih baik daripada berjalan di hadapan orang shalat.” (HR. Bukhari)
Abu An-Nadhr berkata: “Aku tidak mengetahui, apakah beliau mengatakan, ’40 hari, 40 bulan, atau 40 tahun’
Wah, ternyata gak main-main sobat! berdiri selama 40 itu lebih baik daripada lewat di hadapan orang shalat! Dan Rasulullaah tidak memberikan keterangan lebih lanjut, bisa jadi 40 hari, 40 bulan, atau 40 tahun.
Jadi sekarang kita harus lebih hati-hati kalo shalat di tempat umum. Perhatikan dulu ketika akan lewat di depan orang, dia sedang shalat atau tidak. Kalo iya, sebaiknya ditunggu dulu sampai selesai atau ambil jalan lain.
Begitupun dengan yang shalat, sebaiknya tidak di tengah-tengah jalan sehingga menghalangi orang yang mau lewat. Rasulullah bahkan memerintahkan untuk membuat sutroh (sesuatu yang dijadikan sebagai penghalang, apa pun bentuk/jenisnya), gunanya untuk mencegah orang lewat di hadapannya.
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi saw. Bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu shalat, maka hendaklah ia meletakkan sesuatu dihadapannya. Kalau tidak ada, hendaklah ia tancapkan tongkat; dan kalau ia tidak membawa tongkat, maka garislah sebuah garis, maka tidak akan mengganggunya (shalatnya-pen) binatang yang lewat di depannya” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah) dan disahkan oleh Ibnu Hibban, hadits hasan
Wallaahua a’lam

Jumat, 13 Juli 2012



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala yang telah menganugerahkan nikmat umur, yang merupakan nikmat yang paling mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'aala.

Shalawat beserta salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman dengan kebaikan.

Salah satu nikmat terbesar yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada hamba-Nya adalah nikmat umur. Nikmat umur begitu agung karena dengan adanya nikmat ini seseorang bisa hidup dan menggapai jalan kebahagiaan atau jalan yang diinginkannya, sedangkan terhentinya nikmat ini maka berhentilah kehidupannya dan upaya seseorang untuk menggapai keinginannya.

Umur kita terbatas. Ketika ajal telah datang, maka disinilah manusia akan tahu betapa tingginya nikmat umur dan kemuliaannya. Saat ajal datang menjemput, maka tidak seorangpun bisa memajukan waktunya atau mengundurkannya barang sedetikpun. Kedatangan ajal merupakan hal yang pasti, akan tetapi waktu datangnya tidak kita ketahui, hanya Allah 'Azza wa Jalla, Rabb Yang Maha Mengetahui...

Ajal Manusia
Dalam Lisān al-‘Arab (Ensiklopedi Arab), ajal adalah batas waktu kematian seseorang. Dalam surah al-An’am [6]: 2 Allah berfirman:
هو الذى خلقكم من طين ثمّ قضى أجلاً وأجل مسـمى عنده ثمّ أنتم تمترون
"Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu."


Berangkat dari ayat di atas, ajal menurut al-Thaba’thaba’i terbagi menjadi dua, yaitu الأجل المسـمى (al-ajal al-musamma, waktu tertentu) sudah tertulis di أم الكتاب (Umm al-Kitab, lauh mahfudh), dan الأجل غير المسـمى (al-ajal ghair al-musamma, waktu tidak tertentu) sudah tertulis di لوح المحوو الإثبات (lauh al-mahwi wa al-itsbāt, papan penghapusan dan penetapan). Al-ajal al-musamma bersifat mutlak (absolut), sedang al-ajal ghair al-musamma bersifat bersyarat (kondisonal). Bisa saja antara kedua ajal itu tidak terjadi secara bersamaan, karena al-ajal ghair al-musamma ditentukan oleh situasi kondisi yang melingkupinya.

Sebagai contoh, umur seseorang tertulis umpamanya 90 (sembilan puluh) tahun. Kita ketahui bahwa seluruh isi alam semesta ini saling berkait dan berpengaruh terhadap eksistensi diri seseorang. Interaksi yang demikian kuat bisa saja menimbulkan bencana yang tidak bisa terelakkan dan mengakibatkan ajal datang menjemputnya sebelum berakhir waktu alami (sesuai dengan yang tertulis). Kematian seperti ini disebut mati sulaman.

Pembagian ajal yang dilakukan al-Thaba’thaba’i di atas memberikan gam-baran bahwa segala sesuatu berjalan berdasarkan hukum Allah. Kematian dengan al-ajal ghair al-musamma tidak menafikan ketentuan dalam al-ajal al-musamma karena terjadi berdasarkan hukum Allah yang disebut hukum kausal.

Sebenarnya, kita juga tidak mengetahui apakah kematian seseorang itu berda-sarkan al-ajal al-musamma atau al-ajal ghair al-musamma karena kita tidak pernah memperoleh informasi tentang itu.

Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa Allah 'azza wa jalla telah menentukan batas akhir kehidupan bagi setiap makhluk. Sesungguhnya setiap jiwa itu tidak akan mati kecuali dengan izin Allah dan takdir dari-Nya. Apabila sudah ditakdirkan waktunya mati, maka tidak ada pilihan lagi kecuali mati. Tidak bergeser sedikitpun.

Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya sesaatpun dan tidak pula memajukannya!" (QS Al-A'raaf [7]:34)

Mari kita perhatikan sebuah ayat yang setiap kali dipahami oleh orang yang lalai maka akan membuat orang itu bertaubat, yang setiap kali diperhatikan oleh orang yang berpaling maka akan menjadikannya segera kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan meminta ampunan-Nya, sebuat ayat yang menceritakan tentang sebuah perjalanan yang berat, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'aala:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ
وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga maka sungguh dia telah beruntung, kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran [3]: 185).
Allah SWT juga berfirman"
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلاَّ بِإِذْنِ الله كِتَاباً مُّؤَجَّلاً وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
"Setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketentuan yang telah ditetapkan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS Ali-Imran [3]:145)

Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa siapa yang mati atau terbunuh, maka hal itu merupakan takdir. Allah berfirman:
قُل لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ
"Katakanlah: "Sekiranya kamu berada dirumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ketempat mereka terbunuh..."
(QS Ali-'Imran [3]:154)

Allah juga berfirman:
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ
"Dimanapun kamu berada, kematian akan menemuimu, walaupun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh..." (An-Nisaa [4]:78)

Renungan bila ajal datang menjemput
Untuk mengingatkan kembali kepada hakikat kehidupan yang sesungguhnya, dan menyadari kematian sebagai guru bagi kehidupan, mari kita perhatikan renungan dibawah ini:

Renungan Pertama
Ada cerita mengenai orang-orang yang terdahulu, seseorang diantara mereka bertanya kepada temannya, "Maukah engkau mati sekarang?" Orang itu menjawab; "Tentu tidak" Lalu ditanyakan lagi kepadanya; "Kenapa?" Jawab orang itu; "Saya belum bertaubat dan belum berbuat kebajikan" Selanjutnya dikatakan kepada orang itu; "Kerjakanlah sekarang!"

Ia menjawab; "Nanti akan saya lakukan". Demikianlah ia selalu berkata; "Nanti dan nanti" sehingga akhirnya orang itu meninggal dunia tanpa bertaubat dan melakukan kebaikan.

Ingatlah wahai saudaraku, keadaanmu disaat engkau merasakan pedihnya sakaratul maut, yang pada saat menghadapinya, Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai makhluk yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta'aala, bersabda; "Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sesungguhnya dalam kematian itu terdapat rasa kesakitan" (HR. Bukhari)

Wahai saudaraku, cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, perpisahan dengan orang-orang yang dicintai, berpisah dari segala kenikmatan, pemutus dari segala cita-cita.

Wahai orang-orang yang tertipu oleh dunianya, wahai orang-orang yang berpaling dari Allah Subhanahu wa Ta'aala, wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Robbnya, wahai orang-orang yang setiap kali dinasehati lalu hawa nafsunya menolak nasehat tersebut, wahai orang-orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan yang panjang.

Pernahkah engkau memikirkan detik-detik kematian sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu semula? Tahukah engkau apa yang akan terjadi pada dirimu disaat kematian menjemputmu? Tentu saat ini engkau akan berucap dalam hatimu; saya akan mengucapkan Laa Ilaha Illallah !!! Tetapi itu tidak mungkin wahai saudaraku, jika engkau masih tetap lalai dan berpaling dari kebenaran, hingga tiba saat-saat kematianmu, tentu engkau tidak akan mampu mengucapkannya, bahkan engkau akan berharap dihidupkan kembali.

Suatu ketika Hasan al-Bashri rahimahullah berdiri didepan sebuah kuburan sambil melihat kuburan tersebut dengan seksama, kemudian ia menoleh kepada salah seorang yang turut hadir disana dan berkata; "Seandainya penghuni kubur ini keluar dari kuburannya, menurutmu apa yang akan dilakukannya?" Orang itu menjawab; "Tentu ia akan bertaubat dan berzikir mengingat Allah". Hasan al-Bashri rahimahullah berkata kepada orang itu; "Kalau dia tidak keluar, maka kamulah yang harus melakukannya !"
Saudaraku, apa jawabanmu bila Rabbmu menanyakan tentang umurmu, untuk apa kau habiskan; menanyakan tentang masa mudamu, untuk apa engkau gunakan; menanyakan tentang hartamu, dari mana engkau dapatkan dan untuk apa engkau gunakan, dan ilmumu untuk apa engkau amalkan?.

Seorang penyair berkata :
"Saudaraku, cobalah mencari jalan keselamatan.
Persiapkan dirimu (dengan beramal shaleh) sebelum datang kematianmu.
Songsonglah sesuatu yang pasti datang dengan kesungguhan.
Janganlah tertipu oleh fatamorgana kehidupan. Sungguh sebentar lagi engkau mati."
Coba kita perhatikan apa yang telah kita persiapkan untuk menjadikan kuburan kita sebagai taman surga? Keadaan yang bagaimanakah yang kita inginkan disaat Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
وَاسْتَمِعْ يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِن مَّكَانٍ قَرِيبٍيَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ
"Dan dengarkanlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat. Yaitu pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari kubur)." (QS. al-Qaf [50] : 41-42)

Mari kita renungkan kembali firman Allah Subhanahu wa Ta'aala:
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوا كِتَابِيهْإِنِّي ظَنَنتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيهْفَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍفِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ
قُطُوفُهَا دَانِيَةٌكُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئاً بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
"Adapun orang-orang yang diberikan padanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: Ambillah, bacalah kitabku (ini) Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhoi, dalam surga yang tinggi yang buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan; ‘makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu." (QS. al-Haaqqah[69]: 19-24)

Saudaraku, tidakkah renungan ini menjadikan kita menangis, meneteskan air mata? Tidakkah perjalanan ini menjadikan kita bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala atas segala dosa yang kita kerjakan?

Saudaraku, segeralah bertaubat, manfaatkan segera setiap detik nafasmu untuk memikirkan setiap amal perbuatanmu, koreksilah amalanmu, apakah amalan dan perbuatan yang engkau lakukan mendekatkan dirimu ke surga atau malah semakin mendekatkan dirimu ke neraka ?

Di akhir renungan ini, saya persembahkan pelajaran bagi setiap insan yang tenggelam dalam berbagai kesenangan dunia, sehingga lupa kepada Robbnya, dan juga untuk setiap orang yang bertaubat dan mohon ampunan kepada Rabb-Nya, sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Pada hari kiamat akan didatangkan seorang ahli neraka yang paling banyak mengenyam kenikmatan dunia, lalu ia dicelupkan sesaat ke dalam Neraka, kemudian ia ditanya; "Wahai anak Adam, apakah telah engkau dapatkan kenikmatan? Pernahkah sebuah kenikmatan menghampirimu? Ia menjawab; "Demi Allah, tidak wahai Tuhanku", Demikian pula didatangkan seorang ahli Surga yang paling sengsara hidupnya ketika di dunia, lalu dia dicelupkan sesaat ke dalam Surga. Kemudian ia ditanya; "Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kesengsaraan ? Adakah sebuah malapetaka menerpamu? Ia menjawab, "Demi Allah, tidak pernah sedikitpun kesengsaraan dan malapetaka menerpaku." (HR. Muslim)

Renungan Kedua
Hiduplah sesuka hatimu, tumpahkan dan hamburkan kesenangan demi kesenangan untuk memuaskan nafsumu. Katakan semaumu tentang Islam, tentang orang-orang shalih, tentang ibadah dan kebajikan. Bergembiralah dan tertawalah sepuas-puasmu kepada dunia, kelak pada akhirnya engkau akan meregang ditengah sakaratul maut, entah kapan waktunya tapi itu pasti menimpamu, lalu engkaupun mati. Saat itu, malaikat tepat berada diatas kepalamu; hatimu bergetar, nyawamu meregang, mulutmu terkunci, seluruh tubuhmu terasa lemas, matamu terbelalak, sedang pintu taubat telah tertutup, orang-orang disekitarmu menangis sedang engkau sendiri mengerang melawan pedihnya sakratul maut, lalu nyawamu diangkat ke langit.

Pada waktu itu, barulah engkau tahu pasti dan yakin, bahwa selama ini engkau telah terpedaya. Tiada berguna lagi air mata darah, selanjutnya yang ada hanyalah siksa, derita dan merana sepanjang masa.

Saudaraku, sebelum semua ini terjadi, sebelum semuanya terlambat, selamatkanlah dirimu. Saudaraku..., yakinkan dirimu, dunia ini bukan akhir dari segalanya, masih ada negeri akhirat yang justru disanalah kehidupan yang sesungguhnya, tempat pembalasan atas amal yang dilakukan manusia di dunia, tempat pembalasan amal dengan seadil-adilnya.
Wallahu A'lam Bishshawaab....

Rabu, 04 Juli 2012

Malam NISFU SYA'ban........

Berdasarkan informasi, 15 Sya’ban jatuh pada Kamis tanggal 5 Juli 2012
(Malam Nisfu Sya’ban pada hari Rabu tgl 4 Juli 2012 Malam Kamis sejak terbenamnya matahari)
Apa yang menyebabkan malam Nisfu Sya’ban ini besar artinya bagi umat Muslim ? Berikut ini diceritakan seperti yang di alami Rasulullah Saw:

Kebesaran hari ini diterangkan oleh Rasulullah saw. ” Malaikat Jibril mendatangiku pada malam Nishfu (15) Sya’ban, seraya berkata, ” Hai Muhammad, malam ini pintu-pintu langit dibuka. Bangunlah dan Shalatlah, angkat kepalamu dan tadahkan dua tanganmu kelangit .”

Rasulullah saw bertanya, ” Malam apa ini Jibril ?”

Jibril menjawab. ” Malam ini dibukakan 300 pintu rahmat. Tuhan mengampuni kesalahan orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali tukang sihir, tukang nujum, orang bermusuhan, orang yg terus menerus minum khamar (arak atau minuman keras), terus menerus berzina, memakan riba, durhaka kepada ibu bapak, orang yang suka mengadu domba dan orang yang memutuskan silaturahim. Tuhan tidak mengampuni mereka sampai mereka taubat dan meninggalkan kejahatan mereka itu .”

Rasulullah pun keluar rumah, lentas mengerjakan shalat (sendirian) dan menangis dalam sujudnya, seraya berdoa :
.” Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab dan siksa-Mu serta kemurkaan-Mu
Tiada kubatasi pujian-pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu, maka bagi-Mu lah segala pujia-pujian itu hingga Engkau rela .” (HR Abu Hurairah)

KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN

Adapun keutamaan bulan Sya’ban lainnya akan lebih jelas lagi dalam hadis-hadis berikut:

Hadis Pertama

Aisyah RA bercerita bahwa pada suatu malam dia kehilangan Rasulullah SAW, ia keluar mencari dan akhirnya menemukan beliau di pekuburan Baqi’, sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata, “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadis Kedua

Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ “Sesungguhnya Allah pada malam Nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (HR Ibnu Majah)

Hadis Ketiga

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib KW bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika malam Nishfu Sya’ban tiba, maka salatlah di malam hari, dan berpuasalah di siang harinya, karena sesungguhnya pada malam itu, setelah matahari terbenam, Allah turun ke langit dunia dan berkata, ‘Adakah yang beristighfar kepada Ku, lalu Aku mengampuninya, Adakah yang memohon rezeki, lalu Aku memberinya rezeki , adakah yang tertimpa bala’, lalu Aku menyelamatkannya, adakah yang begini (2x), demikian seterusnya hingga terbitnya fajar.” (HR Ibnu Majah).

Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu Sya’ban, marilah kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon sebanyak-banyaknya kepada Allah.

Oleh karena itu sahabatku, malam tersebut sangatlah baik untuk beribadah dan memohon ampunan (bertaubat) atas segala hal buruk yang kita lakukan, dan semoga Allah swt menerima segala amal ibadah dan mengampuni dosa-dosa dan kesalahan kita . . Amiin .

Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mengingatkan sesama tentang kedatangan bulan ini. Maka api neraka haram baginya.

Senin, 02 Juli 2012

 

 

Kurban (Islam)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Kurban (Bahasa Arab: قربن, transliterasi: Qurban), atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ritual ibadah pemeluk agama Islam, dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan 13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.

Daftar isi

 

 

Latar belakang historis

Dalam sejarah sebagaimana yang disampaikan dalam Al Qur'an terdapat dua peristiwa dilakukannya ritual kurban yakni oleh Habil (Abel) dan Qabil (Cain), putra Nabi Adam alaihis salam, serta pada saat Nabi Ibrahim akan mengorbankan Nabi Ismail atas perintah Allah.

Habil dan Qabil

Pada surat Al Maaidah ayat 27 disebutkan:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa".

Ibrahim dan Ismail

Disebutkan dalam Al Qur'an, Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail. Diceritakan dalam Al Qur'an bahwa Ibrahim dan Ismail mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba. Berikut petikan surat Ash Shaaffaat ayat 102-107 yang menceritakan hal tersebut.
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,
105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar

Dalil tentang berkurban

Ayat dalam Al Qur'an tentang ritual kurban antara lain :
  • surat Al Kautsar ayat 2: Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (anhar)
Sementara hadits yang berkaitan dengan kurban antara lain:
  • “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat Ied kami.” HR. Ahmad dan ibn Majah.
  • Hadits Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” HR. Ahmad dan ibn Majah
  • “Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang di antara kalian yang ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” HR. Muslim
  • “Kami berkurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang. “ HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi.

Hukum kurban

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunnah muakkadah (utama), dan tidak ada seorangpun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.

Syarat dan pembagian daging kurban

Syarat dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai berikut :
  • Orang yang berkurban harus mampu menyediakan hewan sembelihan dengan cara halal tanpa berutang.
  • Kurban harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
  • Binatang yang akan disembelih tidak memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit, dan kuping serta ekor harus utuh.
  • Hewan kurban telah cukup umur, yaitu unta berumur 5 tahun atau lebih, sapi atau kerbau telah berumur 2 tahun, dan domba atau kambing berumur lebih dari 1 tahun.
  • Orang yang melakukan kurban hendaklah yang merdeka (bukan budak), baligh, dan berakal.
  • Daging hewan kurban dibagi tiga, 1/3 untuk dimakan oleh yang berkurban, 1/3 disedekahkan, dan 1/3 bagian dihadiahkan kepada orang lain.

 

 

Waktu berkurban

  • Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu' yaitu setelah salat Id langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya .
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut:
  1. Hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى “Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia menggantinya dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553) Hadits senada juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
  2. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan yang lainnya tentang kisah Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu yang menyembelih sebelum salat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ “Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya saja.” Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan: وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ شَيْءٌ “Barangsiapa yang menyembelih (sebelum salat), maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.”
  • Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Al-Hasan Al-Bashri imam penduduk Bashrah, ‘Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auza’i imam penduduk Syam, Asy-Syafi’i imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412). Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina. 2. Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ تَعَالَى “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.” Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: كَانَ الْمُسْلِمُوْنَ يَشْرِي أَحَدُهُمُ اْلأُضْحِيَّةَ فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَحُهَا بَعْدَ اْلأضْحَى آخِرَ ذِي الْحِجَّةِ “Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
  • Menyembelih di waktu siang atau malam?
Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kkurban di waktu pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban di malam hari. Yang rajih adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa. Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdhalan saja. Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الذَبْحِ بِاللَّيْلِ “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam hari.” Al-Haitsami rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan: “Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.” Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat Asy-Syarhul Kabir, 5/194)