بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala yang telah menganugerahkan nikmat umur,
yang merupakan nikmat yang paling mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa
Ta'aala.
Shalawat beserta salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para
sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya
sampai akhir zaman dengan kebaikan.
Salah satu nikmat terbesar yang dianugerahkan Allah Subhanahu
wa Ta'aala kepada hamba-Nya adalah nikmat umur. Nikmat umur begitu agung karena
dengan adanya nikmat ini seseorang bisa hidup dan menggapai jalan kebahagiaan
atau jalan yang diinginkannya, sedangkan terhentinya nikmat ini maka
berhentilah kehidupannya dan upaya seseorang untuk menggapai keinginannya.
Umur kita terbatas. Ketika ajal telah datang, maka disinilah manusia akan tahu
betapa tingginya nikmat umur dan kemuliaannya. Saat ajal datang menjemput, maka
tidak seorangpun bisa memajukan waktunya atau mengundurkannya barang
sedetikpun. Kedatangan ajal merupakan hal yang pasti, akan tetapi waktu datangnya
tidak kita ketahui, hanya Allah 'Azza wa Jalla, Rabb Yang Maha Mengetahui...
Ajal Manusia
Dalam Lisān al-‘Arab (Ensiklopedi Arab), ajal adalah batas waktu kematian
seseorang. Dalam surah al-An’am [6]: 2 Allah berfirman:
هو
الذى خلقكم من طين ثمّ قضى أجلاً وأجل مسـمى عنده ثمّ أنتم تمترون
"Dialah yang menciptakan kamu
dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu
ajal yang ditentukan yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah
mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu."
Berangkat dari ayat di atas, ajal menurut al-Thaba’thaba’i terbagi menjadi dua,
yaitu الأجل المسـمى (al-ajal al-musamma, waktu tertentu) sudah
tertulis di أم الكتاب (Umm al-Kitab, lauh mahfudh), dan الأجل غير
المسـمى (al-ajal ghair al-musamma, waktu tidak tertentu) sudah tertulis di لوح
المحوو الإثبات (lauh al-mahwi wa al-itsbāt, papan penghapusan dan
penetapan). Al-ajal al-musamma bersifat mutlak (absolut), sedang al-ajal ghair
al-musamma bersifat bersyarat (kondisonal). Bisa saja antara kedua ajal itu
tidak terjadi secara bersamaan, karena al-ajal ghair al-musamma ditentukan oleh
situasi kondisi yang melingkupinya.
Sebagai contoh, umur seseorang tertulis umpamanya 90 (sembilan puluh) tahun.
Kita ketahui bahwa seluruh isi alam semesta ini saling berkait dan berpengaruh
terhadap eksistensi diri seseorang. Interaksi yang demikian kuat bisa saja
menimbulkan bencana yang tidak bisa terelakkan dan mengakibatkan ajal datang
menjemputnya sebelum berakhir waktu alami (sesuai dengan yang tertulis).
Kematian seperti ini disebut mati sulaman.
Pembagian ajal yang dilakukan al-Thaba’thaba’i di atas memberikan gam-baran
bahwa segala sesuatu berjalan berdasarkan hukum Allah. Kematian dengan al-ajal
ghair al-musamma tidak menafikan ketentuan dalam al-ajal al-musamma karena
terjadi berdasarkan hukum Allah yang disebut hukum kausal.
Sebenarnya, kita juga tidak mengetahui apakah kematian seseorang itu
berda-sarkan al-ajal al-musamma atau al-ajal ghair al-musamma karena kita tidak
pernah memperoleh informasi tentang itu.
Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa Allah 'azza wa jalla telah
menentukan batas akhir kehidupan bagi setiap makhluk. Sesungguhnya setiap jiwa
itu tidak akan mati kecuali dengan izin Allah dan takdir dari-Nya. Apabila
sudah ditakdirkan waktunya mati, maka tidak ada pilihan lagi kecuali mati.
Tidak bergeser sedikitpun.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ
يَسْتَقْدِمُونَ
"Tiap-tiap umat mempunyai batas
waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya
sesaatpun dan tidak pula memajukannya!" (QS Al-A'raaf [7]:34)
Mari kita perhatikan sebuah ayat yang setiap kali dipahami oleh orang yang
lalai maka akan membuat orang itu bertaubat, yang setiap kali diperhatikan oleh
orang yang berpaling maka akan menjadikannya segera kembali kepada Allah
Subhanahu wa Ta'aala dan meminta ampunan-Nya, sebuat ayat yang menceritakan
tentang sebuah perjalanan yang berat, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'aala:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ
وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga maka
sungguh dia telah beruntung, kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan." (QS. Ali
Imran [3]: 185).
Allah SWT juga berfirman"
وَمَا
كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلاَّ بِإِذْنِ الله كِتَاباً مُّؤَجَّلاً وَمَن
يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ
نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
"Setiap yang bernyawa tidak
akan mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketentuan yang telah ditetapkan
waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur."
(QS Ali-Imran [3]:145)
Mereka juga bersaksi dan berkeyakinan bahwa siapa yang mati atau terbunuh, maka
hal itu merupakan takdir. Allah berfirman:
قُل
لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ
إِلَى مَضَاجِعِهِمْ
"Katakanlah: "Sekiranya
kamu berada dirumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati
terbunuh itu keluar (juga) ketempat mereka terbunuh..."
(QS Ali-'Imran [3]:154)
Allah juga berfirman:
أَيْنَمَا
تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ
"Dimanapun kamu berada,
kematian akan menemuimu, walaupun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi
kokoh..." (An-Nisaa [4]:78)
Renungan bila ajal datang menjemput
Untuk mengingatkan kembali kepada hakikat kehidupan yang sesungguhnya, dan
menyadari kematian sebagai guru bagi kehidupan, mari kita perhatikan renungan
dibawah ini:
Renungan Pertama
Ada cerita mengenai orang-orang yang terdahulu, seseorang diantara mereka
bertanya kepada temannya, "Maukah engkau mati sekarang?" Orang itu
menjawab; "Tentu tidak" Lalu ditanyakan lagi kepadanya;
"Kenapa?" Jawab orang itu; "Saya belum bertaubat dan belum
berbuat kebajikan" Selanjutnya dikatakan kepada orang itu;
"Kerjakanlah sekarang!"
Ia menjawab; "Nanti akan saya lakukan". Demikianlah ia selalu
berkata; "Nanti dan nanti" sehingga akhirnya orang itu
meninggal dunia tanpa bertaubat dan melakukan kebaikan.
Ingatlah wahai saudaraku, keadaanmu disaat engkau merasakan pedihnya sakaratul
maut, yang pada saat menghadapinya, Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai makhluk yang paling dicintai Allah
Subhanahu wa Ta'aala, bersabda; "Tiada tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah, sesungguhnya dalam kematian itu terdapat rasa kesakitan"
(HR. Bukhari)
Wahai saudaraku, cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian
menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai, berpisah dari segala kenikmatan, pemutus dari segala
cita-cita.
Wahai orang-orang yang tertipu oleh dunianya, wahai orang-orang yang berpaling
dari Allah Subhanahu wa Ta'aala, wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada
Robbnya, wahai orang-orang yang setiap kali dinasehati lalu hawa nafsunya
menolak nasehat tersebut, wahai orang-orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan
tertipu oleh angan-angan yang panjang.
Pernahkah engkau memikirkan detik-detik kematian sedangkan engkau tetap dalam
keadaanmu semula? Tahukah engkau apa yang akan terjadi pada dirimu disaat
kematian menjemputmu? Tentu saat ini engkau akan berucap dalam hatimu; saya
akan mengucapkan Laa Ilaha Illallah !!! Tetapi itu tidak mungkin wahai
saudaraku, jika engkau masih tetap lalai dan berpaling dari kebenaran, hingga
tiba saat-saat kematianmu, tentu engkau tidak akan mampu mengucapkannya, bahkan
engkau akan berharap dihidupkan kembali.
Suatu ketika Hasan al-Bashri rahimahullah berdiri didepan sebuah kuburan sambil
melihat kuburan tersebut dengan seksama, kemudian ia menoleh kepada salah
seorang yang turut hadir disana dan berkata; "Seandainya penghuni kubur
ini keluar dari kuburannya, menurutmu apa yang akan dilakukannya?" Orang
itu menjawab; "Tentu ia akan bertaubat dan berzikir mengingat Allah".
Hasan al-Bashri rahimahullah berkata kepada orang itu; "Kalau dia tidak
keluar, maka kamulah yang harus melakukannya !"
Saudaraku, apa jawabanmu bila Rabbmu
menanyakan tentang umurmu, untuk apa kau habiskan; menanyakan tentang masa
mudamu, untuk apa engkau gunakan; menanyakan tentang hartamu, dari mana engkau
dapatkan dan untuk apa engkau gunakan, dan ilmumu untuk apa engkau amalkan?.
Seorang penyair berkata :
"Saudaraku, cobalah mencari jalan keselamatan.
Persiapkan dirimu (dengan beramal shaleh) sebelum datang kematianmu.
Songsonglah sesuatu yang pasti datang dengan kesungguhan.
Janganlah tertipu oleh fatamorgana
kehidupan. Sungguh sebentar lagi engkau mati."
Coba kita perhatikan apa yang telah
kita persiapkan untuk menjadikan kuburan kita sebagai taman surga? Keadaan yang
bagaimanakah yang kita inginkan disaat Allah 'Azza wa Jalla berfirman:
وَاسْتَمِعْ
يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِن مَّكَانٍ قَرِيبٍيَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ
بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ
"Dan dengarkanlah (seruan) pada
hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat. Yaitu pada hari mereka
mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari
kubur)." (QS. al-Qaf [50] : 41-42)
Mari kita renungkan kembali firman Allah Subhanahu wa Ta'aala:
فَأَمَّا
مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَؤُوا كِتَابِيهْإِنِّي
ظَنَنتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيهْفَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍفِي جَنَّةٍ
عَالِيَةٍ
قُطُوفُهَا دَانِيَةٌكُلُوا
وَاشْرَبُوا هَنِيئاً بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
"Adapun orang-orang yang
diberikan padanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: Ambillah,
bacalah kitabku (ini) Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan
menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang
diridhoi, dalam surga yang tinggi yang buah-buahannya dekat, (kepada mereka
dikatakan; ‘makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu
kerjakan pada hari-hari yang telah lalu." (QS. al-Haaqqah[69]: 19-24)
Saudaraku, tidakkah renungan ini menjadikan kita menangis, meneteskan air mata?
Tidakkah perjalanan ini menjadikan kita bertaubat dan memohon ampunan kepada
Allah Subhanahu wa Ta'aala atas segala dosa yang kita kerjakan?
Saudaraku, segeralah bertaubat, manfaatkan segera setiap detik nafasmu untuk
memikirkan setiap amal perbuatanmu, koreksilah amalanmu, apakah amalan dan
perbuatan yang engkau lakukan mendekatkan dirimu ke surga atau malah semakin
mendekatkan dirimu ke neraka ?
Di akhir renungan ini, saya persembahkan pelajaran bagi setiap insan yang
tenggelam dalam berbagai kesenangan dunia, sehingga lupa kepada Robbnya, dan
juga untuk setiap orang yang bertaubat dan mohon ampunan kepada Rabb-Nya,
sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Pada hari kiamat akan didatangkan seorang ahli neraka yang paling banyak
mengenyam kenikmatan dunia, lalu ia dicelupkan sesaat ke dalam Neraka, kemudian
ia ditanya; "Wahai anak Adam, apakah telah engkau dapatkan kenikmatan?
Pernahkah sebuah kenikmatan menghampirimu? Ia menjawab; "Demi Allah,
tidak wahai Tuhanku", Demikian pula didatangkan seorang ahli Surga yang
paling sengsara hidupnya ketika di dunia, lalu dia dicelupkan sesaat ke dalam
Surga. Kemudian ia ditanya; "Wahai anak Adam, apakah engkau pernah
merasakan kesengsaraan ? Adakah sebuah malapetaka menerpamu? Ia menjawab,
"Demi Allah, tidak pernah sedikitpun kesengsaraan dan malapetaka
menerpaku." (HR. Muslim)
Renungan Kedua
Hiduplah sesuka hatimu, tumpahkan dan hamburkan kesenangan demi kesenangan
untuk memuaskan nafsumu. Katakan semaumu tentang Islam, tentang orang-orang
shalih, tentang ibadah dan kebajikan. Bergembiralah dan tertawalah
sepuas-puasmu kepada dunia, kelak pada akhirnya engkau akan meregang ditengah
sakaratul maut, entah kapan waktunya tapi itu pasti menimpamu, lalu engkaupun
mati. Saat itu, malaikat tepat berada diatas kepalamu; hatimu bergetar, nyawamu
meregang, mulutmu terkunci, seluruh tubuhmu terasa lemas, matamu terbelalak,
sedang pintu taubat telah tertutup, orang-orang disekitarmu menangis sedang engkau
sendiri mengerang melawan pedihnya sakratul maut, lalu nyawamu diangkat ke
langit.
Pada waktu itu, barulah engkau tahu pasti dan yakin, bahwa selama ini engkau
telah terpedaya. Tiada berguna lagi air mata darah, selanjutnya yang ada
hanyalah siksa, derita dan merana sepanjang masa.
Saudaraku, sebelum semua ini terjadi, sebelum semuanya terlambat, selamatkanlah
dirimu. Saudaraku..., yakinkan dirimu, dunia ini bukan akhir dari segalanya,
masih ada negeri akhirat yang justru disanalah kehidupan yang sesungguhnya,
tempat pembalasan atas amal yang dilakukan manusia di dunia, tempat pembalasan
amal dengan seadil-adilnya.
Wallahu A'lam Bishshawaab....